Pendapat Ahli Tafsir tentang Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Isra
adalah perjalanan malam hari dari Mekkah ke Baitil Maqdis (Palestina) dan
Mi’raj adalah naik ke langit sampai ke langit ketujuh dan bahkan sampai ke
tempat yang lebih tinggi yaitu Sidrotul Muntaha dan Mustawa.
Isra
dan Mi’raj dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw., dengan ditemani Malaikat Jibril
setahun sebelum beliau hijrah dari Mekkah ke Madinah, yaitu pada tanggal 27
Rajab (621 M), dan dilakukan dengan tubuh dan ruh beliau, dalam arti dengan
sadar, bukan dalam mimpi atau hanya dengan ruh saja.
سُبْحانَ الَّذِى أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا الَّذِى باَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ
مِنْ آيَتِنَا إِنَّهُ,هُوَ السََّمِيْعُ الْبَصِيْر )الإسراء
: ١)
”Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, yang telah kami berkahi
sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pendengar lagi Maha Melihat”
(QS. Al Isra’:1)
Berkata
Abu Jafar bin Jarir At-Thabari (wafat 310 H.) dalam kitab tafsirnya yang
masyhur (Thabari) juz 15 hal. 16-17 “adalah pendapat yang hak menurut faham
kami, bahwa Alloh memperjalankan hamba-Nya Nabi Muhammad Saw., dari masjid
Al-Haram ke mesjid Al-Aqsha seperti yang dinyatakan dalam ayat ini. Juga dalam
banyak hadits, bahwa Alloh memperjalankan beliau dengan kendaraan Buraq, bahwa
beliau sembahyang disitu dengan para nabi dan rasul, lalu Alloh memperlihatkan
apa yang dapat dilihatnya malam itu.
Maka
nyatalah tak berarti perkataan orang yang mengatkan bahwa beliau isra dengan
ruh saja, karena kalau begitu tentu dalam hikayat isra dan mi’raj ini tak
satupun yang akan diambil menjadi dalil atas kenabian beliau dan tidak dapat
dipakai untuk penegak kerasulan beliau, dan tidak aka nada orang yang ingkar
kepada beliau dalam isra dan tidak pula akan kafir orang yang tidak mengakui
isra dan mi’raj ini, karena menurut pendapat yang sehat dari manusia tidak aka
nada yang orang yang akan membantah mimpi walaupunberjalan dalam semalam
perjalanan jarak setahun jalan kaki, apalagi kalau haya berjalan sebulan atau
sehari.
Alloh
tidak mengabarkan kepada kita, bahwa ia membawa ruh hamba-Nya atau membawa
jasad hamba-Nya…”
Berkata
ahli tafsir yang terkenal ‘Alaudin ‘Ali bin Muhammad Al-Khazin pada juz IV
halaman 110 “dan yang hak, yang dipegang oleh ulama salaf, ulama khalaf,
ahli-ahli fiqih, ahli haditsdan ahli ushuluddin, bahwa Nabi Muhammad Saw.,
dibawa oleh Alloh malam hari dengan ruh dan tubuh, karena perkataan “’abdihi”
itu meliputi tubuhh dan ruh, apalagi kalau memperhatikan hadits-hadits yang
sahih yang bertalian dengan isra dan mi’raj ini”, demikian dalam kitab Tafsir
Khazin yang selesai dikarang pada tahun 752 H.
Berkata
ahli tafsir yang terkenal Abu Muhammad Husein Al-Faraa’ yang terkenal dengan
kitabnya yang bernama Tafsir Al-Baghawi (wafat tahun 516 H); “dan menurut
pendapat yang bayak (jumhur) dalam kalangan umat islam, bahwa nabi Muhammad
Saw., melakukan perjalanan isra dan mi’raj dengan ruh dan tubuh beliau. Hadits
yang shahih banyak yang mengtakan hal itu.
Berkata
ahli tafsir Sulaiman bin Umar Al-‘Ujaili, yang terkenal dengan tafsir Jamal ke
II halaman 608 “Bi’abdihi artinya dengan tubuh dan ruh menurut
pendapat-pendapat yang mu’tamad (yang dapat dijadikan sandaran), demikian
guru-guru kami mengatakan”.
Berkata
ahli tafsir Imam Abul Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud pengarang kitab
tafsir yang terkenal dengan nama tafsir Nasafi juz III halaman 306 “dan mi’raj
itu terjadi satu tahun sebelum hijrah dalam keadaan yaqdzah ( terbangun/ mata
terbuka/tidak dalam keadaan tidur)
Abbas,
Siradjuddin K.H., 40 Masalah Agama, Pustaka Tarbiyah, Jakarta : 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar